Saturday, April 6, 2019

MANFAAT EKONOMI KOMODITI KEHUTANAN


Tugas Ekonomi Sumberdaya Hutan                                           Medan,  April 2019
MANFAAT EKONOMI KOMODITI KEHUTANAN
Akasia (Acacia mangium)

Dosen Penanggungjawab
Dr. Agus Purwoko, SP., M.P
                                                                   
Disusun Oleh:
Kasiani Barus
171201095
HUT 4B






  

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
AKASIA (Acacia mangium)

Akasia (Acacia mangium) merupakan salah satu tumbuhan yang banyak digunakan sebagai pohon pelindung. Acacia mangium adalah salah satu marga Acacia yang diprioritaskan sebagai salah satu jenis tanaman HTI dan rehabilitasi lahan karena merupakan jenis cepat tumbuh (fast growing). Jenis ini dapat tumbuh pada kondisi lahan yang sangat ekstrim tingkat kesuburannya dengan riap diameter dapat mencapai 2,5-3,5 cm/tahun. Tanaman  A. mangium  memiliki banyak kegunaan seperti untuk mebel yang cukup baik, kerangka pintu, bagian jendela, molding, bahan pembuat kotak/peti, kayu yang baik untuk partikel board dan untuk pulp Anonim.

Klasifikasi Akasia
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi     : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Rosidae
Ordo                 : Fabale
Famili              : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus              : Acacia
Spesies            : Acacia mangium Willd.

a.    Persebaran dan Tempat Tumbuh
Jenis ini tersebar secara alami dan tumbuh baik pada daerah kering maupun lembab. Daerah sebaran alami jenis ini antara lain di daerah Queensland, Australia pada lintang 18 o LS, Irian Jaya bagian Utara, Kepulauan Aru, Maluku Selatan dan Seram bagian Barat juga di daerah Bentuas Kalimantan Timur. Di Irian Jaya bagian selatan seperti di Merauke, Erambu dan Muting. Mangium dapat tumbuh pada daerah yang lembab pada tanah alluvial campuran (metamorfic dan granitic) dengan pH 4,8 – 5,2 dan curah hujan yang tinggi mencapai 4.500 mm/tahun dengan temperatur maksimum 31 – 34 o C serta minimum 16 – 12 o C. Jenis  ini dapat tumbuh pula pada tanah yang miskin unsur hara seperti areal bekas perladangan, tanah bekas jalan traktor, daerah berbatu dan beberapa tempat yang ditumbuhi alang-alang. Di Indonesia tahun 1970 akasia ini mulai masuk dibudidayakan secagai jenis untuk reboisasi, Akasia (Acasia mangium) juga merupakan jenis pohon dengan perfumbuhan mencapai 30 meter dan diameter bisa mencapai 60 cm bahkan 90 cm terutama yang tumbuh di daerah Quensland dan Papua new Guinea.

b.   Pembibitan
Pembiakan tanaman A. mangium dapat dilakukan baik secara generatif maupun vegetatif. Secara generatif menggunakan benih unggul dengan teknik skarifikasi benih yaitu dicelupkan kedalam air panas (85 – 100 o C) selama 30 detik kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam. Sedangkan secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara mencangkok dan stek pucuk yang hasilnya menunjukkan bahwa  stek pucuk dari trubusan/coppice shoots dapat mencapai 70,5 % sedangkan apabila bahan stek diambil dari pohon tua hanya 2,5 %.  Selain itu dapat dilakukan dengan  teknik sambungan. Selain itu pembibitan A. mangium dapat dilakukan dengan cara kultur jaringan dengan menggunakan eksplant berupa biji, stek pucuk dan pohon dewasa (yakni dengan teknik rejuvenasi perendaman cabang dalam air untuk menghasilkan tunas/eksplan). Setelah berakar kemudian aklimatisasi pada media vermiculite kemudian setelah tumbuh dengan baik (1-2 bulan) bibit disapih ke media tanah/top soil + pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1.

c.    Ciri-ciri Akasia (Acacia mangium)
Daun
            Akasia (Acacia mangium) mempunyai bentuk daun khas yang berbeda dengan jenis Leguminosae lainnya yang berdaun majemuk menyirip. Daun akasia mengalami rudimenter (meleburkan diri) dan berganti menjadi filodia yaitu daun semu yang merupakan modifikasi dari tangkai daun yang berfungsi juga unhrk fotosintesis. Bentuk daun akasia yarlg sesungguhnya hanya dapat dilihat pada saat semai pada saat munculnya plumula saja, selanjutnya akan benrbah menjadi bentuk lembaran filodia.
Bunga dan Buah
(Buah Acacia mangium)                     (Buah Acacia mangium)
Bunga akasia tersusun dari banyak bunga kecil berwarna putih atau krem seperti paku. Pada saat mekar, bunga menyerupai sikat botol dengan aroma yang agak harum. Setelah pembuahan, bunga berkembang menjadi polong-polong hijau yang kemudian berubah menjadi buah masak berwarna coklat gelap. Bijinya berwarna hitam mengkilap dengan bentuk bervariasi dari longitudinal, elips, dan oval sampai lonjong berukuran 3-5 mm x 2-3 mm. Biji melekat pada polong dengan tangkai yang berwarna oranye-merah.
Kayu
Warna kayu akasia mangium adalah berwarna coklat pucat sampai coklat tua, coraknya polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang, teksturnya halus sampai agak kasar, kayunya agak keras sampai keras. Kayu akasia berpori soliter dan berganda radial 2-3 pori, parenkim tipe selubung, kadang-kadang berbentuk sayap pada pori berukuran kecil, jari-jari sempit, pendek dan agak jarang. Berat jenis (BJ) rata-rata 0,61 (0,43-0,66) dengan Kelas Awet III dan Kelas Kuat II-III.
Akar
Akar mangium berfungsi sebagai pemasok air, mineral dan bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan akar pada mangium diduga dapat meningkatkan jumlah pasokan bahan-bahan yang berperan dalam proses fotosintesis yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Rata-rata berat kering tanaman terbesar dihasilkan oleh semai mangium, karena semai mangium mampu mengikat nitrogen lebih besar dibandingkan spesies lainnya. Berat kering akan bertambah dengan semakin bertambahnya kandungan nitrogen dan phospor dalam tanah.

d.   Manfaat Kayu Akasia
Kayu akasia termasuk dalam salah satu jenis kayu yang memiliki nilai jual tinggi. Saat ini posisi kayu akasia dalam dunia perabotan rumah tangga berada dibawah kayu jati. Kayu akasia bisa dibentuk menjadi beraneka ragam perabotan. Berikut ini adalah beberapa manfaat kayu akasia.
1.  Kayu akasia bisa dimanfaatkan untuk membuat perabotan rumah terutama untuk perabotan yang diletakkan pada bagian dalam rumah.
2.  Kayu akasia bisa digunakan untuk membentuk berbagai macam hiasan rumah. Beberapa benda dan perabot yang unik mudah dibentuk dari kayu akasia.
3.  Kayu akasia bisa dioleh menjadi campuran bahan parfum. Meskipun pada dasarnya kayu akasia memiliki aroma seperti air kencing namun bisa diolah menjadi salah satu campuran parfum. Proses penyulingan parfum dari kayu akasia bisa dilakukan dengan campuran beberapa bahan kayu lain.
4. Kayu akasia bisa dimanfaatkan sebagai hiasan. Beberapa jenis kayu akasia yang sudah dibiarkan membatu secara alami bisa dirubah menjadi tanaman hias seperti bonsai.
5. Kayu akasia juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Kayu akasia mengandung zat tannin yang bisa bersifat sebagai astringen. Zat ini akan digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit seperti gangguan seksual untuk pria, penyakit rabies dan menormalkan kadar gula darah.
6. Pohon akasia juga bisa digunakan sebagai peneduh jalan dan mencegah tanah longsor. Pohon akasia bisa meningkatkan keseimbangan ekologi sehingga bisa memperbaiki struktur tanah terutama untuk daerah rawan seperti perbukitan dan pegunungan.
7.  Kayu akasia bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat kontruksi rumah. Di beberapa daerah di Indonesia kayu akasia dipotong menjadi berbagai macam bentuk kontruksi rumah..
8.   Pohon akasia bisa tumbuh di daerah yang rawan seperti lereng-lereng, karena itu pohon akasia bisa bermanfaat untuk mencegah banjir dan tanah longsor.
9.   Kayu dari pohon akasia juga bisa dimanfaatkan untuk membuat serat kertas. Serat kertas banyak digunakan untuk membuat bahan-bahan pengemas kertas, kardus dan sebagai bahan pokok untuk industri yang memakai kertas.

e.    Manfaat Acacia mangium Bagi Kesehatan
        Bagi kesehatan, manfaat tumbuhan akasia yaitu adalah untuk mengatasi permasalahan ejakulasi dini yang diderita oleh pria. Selain itu, akar akasia juga dapat dijadika sebagai obat untuk mengatasi penyakit rabies. Adapaun zat tannin yang dikandungnya bisa digunakan sebagai astringent dengan melalui proses penguapan kayu akasia. Lebih jauh, tanaman ini ternyata juga dapat bermanfaat untuk menstbilkan kadar gula darah dengan cara merebus dan meminumnya secara teratur.


Sumber
 Adma, H.A. 2011. Akasia (Acacia mangium). Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
 Erikan, D.R. 2014. Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Kulit Mangium
(Acacia mangium) Melalui Uji Penghambatan Enzim α-Glukosidase Secara In Vitro. Institut Pertanian Bogor.
 Maimunah, S. 2015. Kajian Ekspansi Akasia Ditaman Wisata Alam Bukit Tangkiling. Jurnal Ilmu Pertanian dan Kehutanan. Vol. 2(1): 26-34.
 Sutapea, G. Irawati, D. Hadi, P. Nur, H.R. Harun, A.H. 2013. Konversi Limbah Serbuk Gergaji Kayu Akasia (Acacia mangium) Ke Briket Arang Dan Arang Aktif.
 Yanti, M. Indriyanto dan Duryat. 2016. Pengaruh Zat Alelopati Dari Alang-alang Terhadap Pertumbuhan Semai Tiga Spesies Akasia. Jurnal Sylva Lestari. Vol 4(2): 27-38.

Monday, January 7, 2019

Produk Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kehutanan


Tugas Kebijakan Perundang-undangan
Medan,   Januari 2019

Produk  Undang-Undang Republik Indonesia
Tentang Kehutanan


Dosen Penanggungjawab:
Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si
Oleh:
Kasiani Barus
171201095
Hut 3B












PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019


Produk  Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kehutanan


Pengertian kehutanan berbeda berbeda dengan hutan namun dapat dikatakan bahwa hutan berada dalam pengelolaan kehutanan. Kehutanan berasal dari kata awalan ke Hutan dan akhiran an. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan olehpemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Pengertian hutan sebagaimana di jelaskan dalam Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Peraturan perundangan menjadi sangat penting di sektor kehutanan dan lingkungan hidup, kebijakan yang tepat akan memberikan kesejahteraan yang maksimal dengan kondisi alam yang tetap lestari. Peraturan perundangan di sektor kehutanan pun mengikuti kaidah tata urutan peraturan perundangan yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.terdiri atas:
a.       Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945
b.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c.       Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d.      Peraturan Pemerintah
e.       Peraturan Presiden
f.       Peraturan Daerah Provinsi
g.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANG
KEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

a.Bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang;
b.Bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat;
c.Bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus menampung dinamika aspirasi dan peranserta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional;
d.Bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8) sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan, dan tuntutan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;
e.Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan f.perlu ditetapkan undang-undang tentang Kehutanan yang baru.

Mengingat :
1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
2.Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);
4.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan  Lembaran Negara Nomor 3419);
5.Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara  Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
6.Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
7.Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839).
 
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KEHUTANAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,       kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
2.Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
3.Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh  pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
4.Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
5.Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
6.Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
7.Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
8.Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai  perlindungan sistem penyangga kehidupan  untuk mengatur tata air, mencegah  banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
9.Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai  fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta  ekosistemnya.
10.Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang  mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
11.Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang  mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan  keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari  sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
12.Taman buru adalah kawasan hutan yang di tetapkan sebagai   tempat wisata berburu
13.Hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan
14.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
15.Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.



Bagian Kedua
Asas dan Tujuan

Pasal 2

Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan.

Pasal 3
Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:
a.Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;
b.Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsikonservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari;
c.Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;
d.Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan
e.Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.



Bagian Ketiga
Penguasaan Hutan

Pasal 4

(1) Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2)  Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memberi wewenang kepada pemerintah untuk:
a. mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
b.menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan
c. mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan,  serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
(3) Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. klik di sini

Peraturan Perundangan di Indonesia

Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Penataan Ruang nomor 26 tahun 2007 yang menggantikan Undang-Undang nomor 24 tahun 1992. Dalam UU 26/2007 penataan ruang ditujukan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Dengan tujuan tersebut, penataan ruang pada akhirnya diharapkan menjadi sebuah titik temu yang harmonis antara penggunaan sumber daya alam dan dan pemanfaatan ruang sekaligus mencegah terjadinya dampak negatif akibat pemanfaatan ruang.

Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Ketentuan dalam peraturan ini secara garis besar memberikan landasan bagipublik untuk dapat memperoleh informasi, dan memperkuat badan publik untuk menyiapkan infrastruktur maupun sumber daya manusia. Dalam hubungannya tata kelola hutan, informasi kehutanan dapat diperoleh dan merupakan hak masyarakat yang diatur lewat badan publik yang mengurusi pengelolaan hutan

Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-undang ini merupakan revisi dari Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam hubungannya dengan tata kelola hutan dan lahan, undang-undang ini menyinggung perihal kebakaran hutan, dimana lewat perundangan ini memberikan kewenangan bagi Kementerian Lingkungan hidup untuk menentukan kriteria baku kerusakan lingkungannya.

Undang-undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara
Undang-undang ini merupakan bentuk respon dari tuntutan peningkatan kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat dan efisiensi anggaran. Tata kelola kehutanan yang baik amat dipengaruhi oleh kemampuan lembaga kehutanan dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang menjadi acuan dalam penyusunan APBN dan APBD.

Undang-Undang Nomor 4/2011 tentang Informasi Geospasial
Informasi geospasial yang tidak terintegrasi merupakan salah satu masalah utama dalam pengelolaan hutan. Informasi geospasial yang berbeda-beda antar instansi pemerintahan, baik antar sektor atau pun antar pusat dengan daerah, mengakibatkan adanya ketidaksinkronan antar kebijakan terkait penggunaan kawasan hutan dan lahan. Undang-undang ini melahirkan kebijakan One Map Policy sebagai alat koordinasi antar instansi dalam penyediaan informasi, termasuk antara instansi di pusat dan daerah.

Undang-Undang Nomor 18/2004 tentang Perkebunan
Salah satu yang diatur didalam undang-undang ini adalah keharusan bagi pihak yang mengajukan izin perkebunan untuk bermusyawarah terlebih dahulu (apabila sudah terdapat hak di atas tanah tersebut) dengan masyarakat atau masyarakat hukum adat (apabila tanah tersebut adalah tanah ulayat) sehingga sesuai dengan pengaturan tersebut, masyarakat memiliki sebuah landasan hukum untuk dapat berpartisipasi dalam proses pemberian izin perkebunan.

Undang–Undang Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba)
Undang-Undang ini merupakan pengganti dari Undang-Undang nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Dalam hubungannya dengan tata kelola hutan dan lahan undang-undang ini mengatur kegiatan pertambangan dinyatakan tidak dapat dilaksanakan di tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan (pasal 134, ayat 2).

Undang–Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang ini adalah pengganti dari Undang-Undang nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaran pemerintahan daerah.

Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa
Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD 1945, pasal 18B: 2).Salah satu poin penting Undang-Undang Desa ini adalah adanya regulasi yang memberi kepastian hukum bagi keberadaan masyarakat adat melalui pembentukan Desa Adat.
 


Peraturan Perundangan tentang Kehutanan

Berdasarkan pentingnya publikasi terkait peraturan perundangan yang berkaitan dengan sektor kehutanan dan lingkungan hidup, Forester Act merangkum berbagai peraturan perundangan tersebut:

Undang-Undang tentang Kehutanan

Undang-Undang merupakan peraturan perundangan yang memiliki tingkat kekuatan yang cukup besar dibandingkan dengan peraturan lainnya, namun kekuatan kebijakan dalam peraturan perundangan ini masih di bawah TAP MPR dan UUD 1945.
Berikut adalah Undang-Undang Republik Indonesia yang berkaitan dengan manajemen hutan di Indonesia:
Nomor Peraturan
Tentang
Keterangan
No. 18 Tahun 2004
Perkebunan

No. 23 Tahun 1997
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Diganti dengan UU No. 32 Tahun 2009
No. 23 Tahun 1997
Pengelolaan Lingkungan Hidup

No. 26 Tahun 2007
Penataan Ruang

No. 27 Tahun 2004
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

No. 32 Tahun 2004
Pemerintah Daerah

No. 32 Tahun 2009
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Penggan UU No. 23 Tahun 1997
No. 33 Tahun 2004
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

No. 4 Tahun 2009
Pertambangan Mineral dan Batubara

No. 41 Tahun 1999
Kehutanan
Pengganti UU No. 5 Tahun 1967
No. 44 Tahun 1960
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

No. 5 Tahun 1960
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

No. 5 Tahun 1967
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan
Diganti dengan UU No. 41 Tahun 1999
No. 5 Tahun 1990
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati beserta Ekosistemnya

No. 5 Tahun 1994
Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati)

No. 6 Tahun 2014
Desa

Undang-undang dalam tabel tersebut tidak seluruhnya berisi tentang peraturan kehutanan, namun isi dari undang-undang tersebut sangat banyak berhubungan dengan pengelolaan dan pengurusan hutan di Indonesia.

Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kehutanan

Perturan Pemerintah (PP) merupakan aturan legal yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yang tingkat kekuatannya di bawah Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah (PP) yang berkaitan dengan sektor kehutanan disajikan pada tabel berikut.

Nomor Peraturan
Tentang
Keterangan
No. 10 Tahun 2010
Tata Cara Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan

No. 101 Tahun 2014
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

No. 105 Tahun 2000
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa

No. 13 Tahun 1994
Perburuan Satwa Buru

No. 14 Tahun 2004
Syarat dan Tata Cara Pengalihan Perlindungan Varietas Tanaman dan Penggunaan Varietas yang Dilindungi oleh Pemerintah

No. 15 Tahun 2010
Penyelenggaraan Penataan Ruang

No. 18 Tahun 1999
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

No. 19 Tahun 1999
Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut

No. 21 Tahun 2005
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik

No. 22 Tahun 2010
Wilayah Pertambangan

No. 24 Tahun 1997
Pendaftaran Tanah

No. 24 Tahun 2009
Kawasan Industri

No. 24 Tahun 2010
Penggunaan Kawasan Hutan

No. 26 Tahun 2008
Rencana Tata Ruang Nasional

No. 27 Tahun 1999
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

No. 27 Tahun 2002
Pengelolaan Limbah Radioaktif

No. 27 Tahun 2012
Izin Lingkungan

No. 28 Tahun 2011
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

No. 3 Tahun 2008
Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan

No. 34 Tahun 2009
Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan

No. 36 Tahun 2010
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam

No. 37 Tahun 2008
Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia

No. 37 Tahun 2012
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

No. 38 Tahun 2007
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota

No. 4 Tahun 2001
Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan

No. 41 Tahun 1999
Pengendalian Pencemaran Udara

No. 42 Tahun 2008
Pengelolaan Sumber Daya Air

No. 43 Tahun 2008
Air Tanah

No. 43 Tahun 2009
Pembinaan, Pembiayaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan

No. 43 Tahun 2014
Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

No. 44 Tahun 2004
Perencanaan Kehutanan

No. 45 Tahun 2004
Perlindungan Hutan




No. 46 Tahun 2016
Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

No. 57 Tahun 2016
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
Pengganti PP No. 71 Tahun 2014
No. 58 Tahun 2007
Dana Reboisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan

No. 58 Tahun 2010
Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitan Undang-Undang Hukum Acara Pidana

No. 60 Tahun 2008
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Peraturan Pemerintah Ri No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah

No. 60 Tahun 2009
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

No. 60 Tahun 2012
Tata Cara Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
Hasil perubahan PP No. 10 Tahun 2010
No. 61 Tahun 2010
Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

No. 61 Tahun 2012
Penggunaan Kawasan Hutan
Hasil perubahan PP No. 24 tahun 2010
No. 63 Tahun 2002
Hutan Kota

No. 68 Tahun 1998
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

No. 68 Tahun 2008
Tata Cara Pelaksanaan Hubungan dan Kerjasama Kepolisian Negara Republik Indonesia

No. 7 Tahun 2008
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

No. 71 Tahun 2014
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
Digantikan dengan PP No. 57 Tahun 2016
No. 72 Tahun 2010
Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara

No. 74 Tahun 2001
Bahan Berbahaya dan Beracun

No. 76 Tahun 2008
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan

No. 8 Tahun 1999
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar

No. 81 Tahun 2012
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah

No. 82 Tahun 2001
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

No. 85 Tahun 1999
Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah Berbahaya dan Beracun




Sumber:
http://www.mongabay.co.id/hukum-dan-perundangan-yang-berhubungan-dengan-tata-kelola-hutan-dan-lahan/


MANFAAT EKONOMI KOMODITI KEHUTANAN

Tugas Ekonomi Sumberdaya Hutan                                             Medan,   April 2019 MANFAAT EKONOMI KOMODITI KEHUTANAN Akas...